Pada kesempatan ini kita akan melanjutkan seri karya keselamatan dari kisah seorang tokoh yang prominen di Alkitab yaitu Nuh.
Kita sering mendengar cerita mengenai Nuh berserta bahteranya. Kita sangat tertarik bagaimana Tuhan mengatur sepasang hewan untuk masuk kedalam bahtera dan Tuhan menyelamatkan ciptaannya melalui bahtera ini. Banyak orang sulit untuk percaya bahwa dunia ini pernah tenggelam dalam banjir dahsyat. Namun kepercayaan mengenai banjir besar tidak hanya ditemukan di tradisi Yahudi saja, justru beberapa tradisi yang bahkan lebih tua dari tradisi Yahudi pun menuliskan mengenai banjir yang besar.
Article ini akan berfokus pada kehidupan Nuh yang tertulis di kitab Kejadian pasal 6. Dari ayatnya yang ke 5, kita mengetahui bahwa manusia saat itu cenderung menuju kepada kejahatan. Karena keadaan yang parah tersebut, Alkitab menuliskan bahwa Allah menyesal. Tuhan tak pernah menyesal menciptakan manusia, namun ayat ke 6 mengambarkan bertapa sedihnya Tuhan dan hatiNya hancur melihat situasi manusia. Apakah karya keselamatan Tuhan berhenti di zaman itu? Dari sejarah kita tahu bahwa karya keselamatan Tuhan terus berlanjut melalui kehidupan Nuh.
Pertama-tama kita perlu tahu mengapa dari antara begitu banyak orang Tuhan memilih keluarga Nuh. Ayat ke 8, Alkitab menulis bahwa Nuh mendapatkan kasih karunia, atau dalam bahasa Inggrisnya, kata yang dipakai adalah ‘favour’, ‘pleasurable’; atau hal yang membuat Tuhan kita senang. Paulus dalam surat kepada Gereja Efesus 5:10 menuliskan bahwa kita harus bisa menemukan apa yang berkenan atau menyenangkan Tuhan kita. Apa yang membuat Nuh mendapatkan kasih karunia dan membawa keselamatan kepada dunia dari kehancuran ini? Ada 3 hal yang sangat jelas dapat menyenangkan Tuhan.
Pertama, Nuh sangat mengasihi Tuhan. Di ayat 9, Alkitab mengabarkan bahwa Nuh hidup bergaul dengan Allah. Berbeda dengan orang banyak pada zaman itu yang tidak perduli lagi mengenai pergaulan dengan sang pencipta, Nuh masih melihat pergaulan atau hubungan ini sebagai sesuatu yang sangat berharga. Tuhan sangat menghargai hubungan lebih dari segala sesuatu. Beliau telah mati di kayu salib agar kita bisa memiliki kesempatan untuk bergaul dengan Dia lebih dekat. Untuk bisa menyenangkan Tuhan kita marilah kita bergaul dan menghargai hubungan kita dengan Tuhan kita.
Kedua, Tuhan kita akan disenangkan kalau kita percaya dengan Dia. Nuh percaya pada Tuhan sepenuhnya. Kitab Ibrani 11:7, mengatakan bahwa Nuh percaya dan karena imannya dia dinyatakan sebagai orang saleh. Karena tanpa iman, tak mungkin orang bisa menyenangkan Allah (Ibrani 11:6). Nuh percaya bahwa Tuhan akan melakukan apa yang Dia janjikan dan Nuh menunggu-nunggu Tuhan saat dia membangun bahtera. Bagaimana kita dapat membangun iman kita? Hal yang paling sederhana namun penting adalah dengan kita mengenal Tuhan kita. Tanpa pengenalan akan Tuhan, kita akan binasa, dan oleh pengenalan kita, kita dibawa semakin dekat dan kita semakin percaya pada Tuhan kita karena kita tahu siapa Tuhan kita.
Ketiga, kita akan dapat menyenangkan Tuhan saat kita menunjukkan ketaatan kita. Nuh taat pada Tuhan saat dia diberi perincian tentang bahtera yang harus ia bangun (ayat 13-16), dan Nuh pun mengikuti perincian itu. Walau perintah itu terlihat seperti kebodohan, dan dapat dijamin semua tetangga Nuh bahkan orang satu desa Nuh menertawakan dia. Dia jadi bahan ejekan dalam waktu yang cukup lama. Tapi Nuh bersedia untuk kehilangan reputasi, teman, waktu, bahkan seluruh hidupnya untuk taat pada Tuhan. Apakah kita bersedia taat seperti Nuh, saat kita kehilangan semuanya untuk menemukan Tuhan dan menaati perintahNya?
Kita harus bisa belajar dari kehidupan Nuh. Karena Nuh, kemanusiaan serta dunia yang diciptakan Tuhan itu diselamatkan. Jika kita belajar dari Nuh untuk menyenangkan Tuhan dengan mengasihi, percaya dan taat pada Tuhan, kita akan dapat menyelamatkan dunia kita sekarang dari kehancuran. Marilah kita sebagai Gereja Tuhan, bangun bahtera dan kali ini kita akan isi bahtera ini dengan sebanyak mungkin jiwa.
Author – Lukman Setiawan