Conquering Your Anger

Ketika diminta untuk menulis tentang “Menaklukkan Kemarahan”, yang terlintas di pikiran aku adalah “Bagaimana menulisnya? Sepertinya aku bukan orang yang sering marah” (oke…ada yang percaya??). Anyway, Tuhan Yesus pernah marah dalam Yohanes 2:15 ketika Bait Allah dijadikan tempat perdagangan, apalagi kita. Siapa yang belon pernah marah bisa segera menghubungi pastor lokal kita untuk merangkum buku dengan judul “Mencegah Kemarahan”. Namun apakah itu berarti kemarahan boleh ditoleransi? Beberapa artikel menulis bahwa kemarahan akan melahirkan kepahitan dan kepahitan akan merusak kehidupan anda dan orang-orang di sekitar anda dan hubungan anda dengan Tuhan.

Apakah kita diijinkan marah? Tentu saja. Tapi seringkali kita marah untuk alasan yang keliru. Kita perlu belajar dari contoh Tuhan Yesus marah di atas tadi, dan tentu saja penting untuk belajar memaafkan. Terlepas dari alasan kita marah, ada beberapa tips yang bisa jadi acuan untuk menaklukkan amarah anda. Di Efesus 4:26 Paulus menulis “Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa, janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu”. Sebelum kemarahan mengambil alih emosi dan pikiran sehat kita, kita harus bisa mengontrol diri kita terlebih dahulu. Pukul bantal keras-keras, menangis sendiri di kamar, atau bahkan jogging untuk melampiaskan amarah, tapi yang paling penting jangan lupa berdoa. Kimberly Floyd menulis bahwa sesuai Yesaya 26:3 “Yang hatinya teguh Kaujagai dengan damai sejahtera, sebab kepada-Mulah ia percaya”, Tuhan menjanjikan kedamaian jika kita datang kepada-Nya.

Setelah darah turun dari ubun-ubun kita bisa mencari tahu akar dari kemarahan kita. Biasanya, kita marah karena hal tidak sesuai dengan keinginan kita. Kita harus jujur pada Tuhan, mengapa kita marah? Apakah karena orang lain berbeda pendapat dengan kita atau karena rencana Tuhan tidak sesuai dengan kemauan kita? Ketika kita marah pada Tuhan, kita harus berani mengakuinya dan kita harus minta ampun pada-Nya. Ingat bahwa Tuhan mengasihi kita (1 Yohanes 4:8) dan rencana-Nya indah bagi kita (Yeremia 29:11). Lalu, bagaimana kalau kita dongkolnya sama orang lain? Mendiskusikan permasalahan kita dengan orang yang kita dongkolin bisa jadi awal yang baik. Tapi, dengan sikap yang lembut (Amsal 15:1 “Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan amarah”). Kita bisa mengungkapkan perasaan kita, tetapi tidak menempatkan lawan bicara kita di posisi defensif. Fokus kita pada solusi dari permasalahan kita dan yang penting adalah memaafkan (Efesus 4:32 “Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu”).

Selamat mencoba dan jika punya tips-tips lain bisa juga dibagikan.

Author – Levi Sunaryo