No Time To Pray

I knelt to pray but not for long

I had too much to do

I had to hurry and get to work

For bills would soon be due.

No time to pray

 

So I knelt and said a hurried prayer

And jumped up off my knees

My Christian duty was now done

My soul could rest at ease.

 

All day long I had no time

To spread a word of cheer

No time to speak of Christ to friends

They’d laugh at me I’d fear.

 

No time, no time, too much to do

That was my constant cry

No time to give to souls in need

But at last the time to die.

 

I went before the Lord, I came

And stood with downcast eyes

For in His hands God held a book

It was the book of life.

 

God looked into his book and said,

“Your name I cannot find

I once was going to write it down

But never found the time.”

Author – Unknown

Hakuna Matata

Term populer ini pertama kali dilontarkan oleh Timon dan Pumba dari film Lion King. It means no worries, for the rest of your days. Dalam bahasa aslinya (Swahili), hakuna matata berarti “don’t worry, be happy”.

Winston Churchill, seorang Prime Minister dari Inggris, pernah berkata “when I look back on all these worries, I remember the story of the old man who said on his deathbed that he had had a lot of troubles in his life, most of which had never happened”. Atau dengan kata lain, kekuatiran kita selama hidup belum tentu terjadi.

Alkitab sendiri menuturkan, “karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?” (Matius 6:25)

Jika demikian, kenapa manusia tetap kuatir? Mungkin beberapa point dibawah bisa membantu kita untuk menjadi lebih tidak kuatir.

  1. Kuatir tidak menghasilkan apa-apa. Alkitab sendiri berkata kalau kuatir bahkan tidak akan memenuhi kebutuhan dasar kita. Daripada kita lelah karena kuatir, bukankah lebih baik kita memfokuskan energi kita untuk hal lain yang menghasilkan sesuatu.
  2. Mengapa kita kuatir? Apapun alasannya, biasanya kekuatiran datang dari limitasi kita sebagai manusia. Sesuatu yang dapat membuat kita kuatir biasanya dapat terjadi diluar kuasa kita. Tidakkah lebih baik jika kita bersandar kepada kuasa Tuhan yang melampaui segala batas pikiran manusia?
  3. Pada kenyataannya manusia akan tetap kuatir. Lalu bagaimana kita bisa mengatasinya? Paulus selama perjalanannya menghadapi situasi yang pasti akan membuatnya kuatir. Namun Paulus mengerti kalau Tuhanlah sumber pengharapannya. Paulus percaya kalau Tuhan akan memberi jalan keluar kepada situasi yang diluar kuasanya.

Tidak kuatir bukan berarti ignorant. Ada perbedaan besar antara ignorant dan tidak kuatir. Alkitab tidak ingin kita menjadi ignorant, tetapi Ia ingin kita untuk tidak bersandar kepada kekuatan kita tetapi bersandar kepadaNya. Filipi 4:6 berkata “Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur”.

So stop worrying and start believing in God.

Author – Yoanes Koesno

Jehovah Nissi – The Lord Is My Banner

Kemudian berfirmanlah TUHAN kepada Musa: “Tuliskanlah semuanya ini dalam sebuah kitab sebagai tanda peringatan, dan ingatkanlah ke telinga Yosua, bahwa Aku akan menghapuskan sama sekali ingatan kepada Amalek dari kolong langit.”

Exodus 17:14 

Lalu Musa mendirikan sebuah mezbah dan menamainya: “Tuhanlah panji-panjiku!”

Exodus 17:15 

Ia berkata: “Tangan di atas panji-panji TUHAN! TUHAN berperang melawan Amalek turun-temurun.”

Exodus 17:16  

Tuhan adalah Tuhan yang Maha Kuasa, Ia adalah Tuhan sumber kekuatan kita dan sumber kemenangan kita. Dan memang inilah juga yang dirasakan dan dialami oleh Musa, abdi Allah. Tuhan memakai Musa untuk membawa bangsa Israel keluar dari tanah Mesir menuju ke tanah perjanjian. Dalam perjalanan menuju ke tanah perjanjian, yaitu tanah Kanaan, bangsa Israel harus menjalani perjalanan yang sering kali berat termasuk juga harus menghadapi orang-orang dan bangsa-bangsa lain yang memusuhi bangsa Israel.

Termasuk diantaranya yaitu bangsa Amalek. Kalau mau dilihat silsilah jaman dahulu kala, bangsa Amalek itu berasal dari keturunan Esau, Esau yang menjual hak anak sulungnya demi masakan kacang merah. Esau yang sering kali digambarkan sebagai seseorang yang lebih mementingkan kebutuhan jasmani dibandingkan berkat rohani.

Kembali ke bangsa Israel, pada waktu di perjalanan mereka menuju tanah Kanaan, mereka bertemu dengan bangsa Amalek dan mau tidak mau mereka harus melawan bangsa Amalek yang adalah musuh dari bangsa Israel. Peperangan ini terjadi di Rafidim.

Kemudian Musa memanggil Yosua untuk memimpin peperangan ini. Pada saat Musa mengangkat tongkat Tuhan maka Yosua dan bangsa Israel menjadi lebih kuat dari bangsa Amalek, tapi kalau Musa menurunkan tongkat Tuhan, Yosua dan bangsa Israel menjadi lebih lemah dari bangsa Amalek. Musa yang mengangkat tongkat lama-kelamaan merasa capai sehingga Harun dan Hur harus menopang tangan Musa agar bangsa Israel dapat menang.

Dan memangakhirnya bangsa Israel menang dan kemudian Tuhan berfirman, untuk menulis kemenangan ini dan untuk mengingatkan Yosua, sang penerus pemimpin bangsa Israel, untuk selalu ingat bahwa Tuhan senantiasa menyertai bangsa Israel.

Kemudian Musa mendirikan sebuah mezah, sebagai tanda kebesaran Tuhan dan menyebut mezbah ini Yehovah Nissi, yang berarti Tuhan adalah panji-panjiku: The Lord is my banner.

JehovahNissiBanner, seperti kita ketahui adalah seperti sebuah bendera. Seperti sebuah lambang yang melambangkan kedaulatan, kemenangan dan kemerdekaan. Seperti contoh, bendera Indonesia adalah merah putih yang menggambarkan kedaulatan negara Indonesia. Negara Australia juga mempunyai bendera atau panji panjinya. Setiap negara di dunia mempunyai bendera masing-masing. Di dalam kebudayaan bangsa Israel jaman itu, panji-panji itu sering kali dilambangkan dengan altar, karena itulah Musa membangun altar sebagai lambang kedaulatan Tuhan.

Kalau mau dilihat spiritual meaning dari kisah ini, Amalek dapat digambarkan sebagai musuh spiritual kita, hal-hal yang menjadi hambatan untuk kita dapat bertumbuh, hal-hal yang membuat kita tidak dapat maju di dalam Tuhan, hal-hal yang membuat kita kehilangan focus di dalam kehidupan kita dan masalah-masalah yang menghambat kita.

Asalkan tangan kita dapat terus terangkat kepada Tuhan, kita pasti menang seperti Yosua. Karena Tuhan adalah panji-panjiku. Karena itu ketika kita dihadapkan kepada suatu hambatan, biarlah kita dapat percaya sepenuhnya kepada kedaulatan Tuhan. Biarlah kita dapat terus berpegang kepada Tuhan, berdoa kepada Tuhan, dan percaya bahwa di dalam Tuhan ada kemenangan, sehingga di dalam peperangan kita pun dapat berkata: Yehovah Nissi, sama seperti Musa dan Yosua. Yehovah Nissi: The Lord is my banner.

Tuhan adalah panji-panjiku dan di dalam Tuhan terletak kemenangan.

Author – Sucipto Prakoso

Janji

Janji… sesuatu yang mudah sekali untuk dibuat tapi terkadang sulit sekali untuk dipenuhi.

Saat memasuki usia baru gede, ingin sekali rasanya menghasilkan uang sendiri. Teman-teman banyak yang memiliki pekerjaan sambilan. Sepertinya enak juga punya uang jajan tambahan. Dengan penuh semangat resume disusun rapih dan selalu dibawa beberapa lembar di dalam tas sekolah. Begitu melihat ada toko yang mencari pegawai paruh waktu, dengan menahan sedikit rasa malu, masuk dan memberikan resume yang sudah disiapkan kepada sang manager.

Suatu sore, telepon berdering dan ternyata yang menghubungi adalah seorang wanita dari salah satu toko yang sedang membutuhkan pegawai paruh waktu. Singkat cerita, setelah melalui beberapa proses, pekerjaan itu pun akhirnya didapatkan.

Senang, gembira berbaur menjadi satu, pada saat itu dengan gampang sebuah janji terucap, “Tuhan, hasil pertama dari pekerjaan ini, semuanya untuk Tuhan!”

Satu hari, dua hari, tiga hari, ternyata pekerjaannya sangat melelahkan. Setelah merasakan lelahnya, tidak rela rasanya kalau memberikan semuanya ke Tuhan. Wishlist pun mulai disusun, mau beli ini itu banyak sekali..

Hmmmh, saatnya untuk bernegosiasi, terlintas di pikiran saat itu, “Koq… hmmmh, ya udah deh abis telanjur janji, buat Tuhan hasil hari pertama aja yaaaa.” Sebenernya di dalam hati berasa kurang srek, tapi kalau mau kasih semuanya yah juga gak rela.

Akhirnya tiba hari yang ditunggu-tunggu, pay day, waktunya menerima gaji. Dengan semangat mengecek bank account, di mana seharusnya gaji tersebut dikirimkan. “Gak ada!” Hmm, mungkin besok. “Gak ada juga!”

“Haa… yang bener ajah, masa ga masuk-masuk duitnya.” Akhirnya dengan takut-takut menanyakan hal tersebut kepada sang manager. “Really? It should have been paid. I will check it”, begitu jawab sang manager setelah dia melakukan cross check pada bank account detail. Namun, suaranya terderdengar penuh keragu-raguan dan seperti tidak percaya.

Seminggu…, gaji tetap belum dibayar, sang manager belum mendapatkan jawaban dari kantor pusat yang menangani payroll untuk karyawan. Aneh…, di tengah-tengah rasa kesal karena harus terus bekerja tapi belum dibayar, kembali terlintas di kepala mengenai janji yang sempat diucapkan sebelum memulai hari pertama di pekerjaan ini. Andai, janji yang pertama kali diucapkan ini gak ditawar-tawar dan dimodifikasi, kejadian ini akan terjadi gak yahhh.

“Tuhan, koq gini sih? Yah emang sih waktu itu udah janji…. Hmmmm”

Tapi setelah dipikir-pikir dan direnungkan, rasanya memang salah. Gak seharusnya janji yang sudah diucapkan itu diubah dan dibatalkan seenaknya saja. Setelah melewati pergumulan dalam pikiran, akhirnya sampailah kepada keputusan akhir, memenuhi janji yang sudah diucapkan.

Keputusan yang sangat berat untuk diambil. Membuang jauh-jauh wishlist yang sudah disusun, bekerja tanpa merasakan hasilnya sama sekali, …. Tapi, sepertinya keputusan itu benar, walaupun berat untuk diambil, tetapi setelah diputuskan lega rasanya.

Yang lebih mengherankan lagi, pada hari bekerja berikutnya, sang manager langsung mengkonfirmasi kalau gaji memang belum dikirim dan akan dikirimkan ke rekening secepatnya. Sungguh aneh, tapi nyata. Tapi, melalui kejadian inilah untuk pertama kalinya saya belajar untuk tidak sembarangan mengucapkan janji, jika sudah berjanji yah perlu untuk ditepati. Janji sama orang ajah perlu untuk dipenuhi, apalagi janji kepada Tuhan.

Biarlah kita dapat menggenapi janji-janji yang sudah kita buat kepada Tuhan, karena Tuhan sendiri tidak pernah ingkar terhadap apa yang sudah Dia janjikan.

Author – Unknown

Seruan Untuk Bertobat

September 2009, kita mendengar berita mengenai sebuah gempa yang terjadi di Indonesia, yaitu di pulau Jawa. Sangat mengerikan memang kejadian ini, pada saat saya mendengar berita ini, saya teringat akan bencana tsunami besar yang terjadi beberapa tahun silam. Walaupun telah terjadinya beberapa tahun silam, sepertinya baru saja terjadi. Dulu tsunami, dan sekarang kembali adanya gempa.

Walaupun epicenter gempa yang terjadi minggu lalu di pulau Jawa ini tidak berada di Jakarta, tetapi saya pun tetap menelpon keluarga yang berada di Jakarta untuk ‘make sure’ semuanya dalam keadaan baik-baik saja. Memang kita berada di dunia yang sering sekali terdengar berita berita yang tidak meng-enakkan. Orang berkata kalau surat kabar atau siaran berita selalu saja dipenuhi dengan berita-berita yang tidak meng-enakan, baik itu bencana alam, gempa, tanah longsor, pembunuhan, anak hilang, pencurian, kejahatan, korupsi dan lainnya. Dan memang benar, kalau kita kita membuka surat kabar atau siaran berita, banyak sekali berisi berita-berita yang seperti demikian ini.

Bahkan di Melbourne pun dikabarkan bahwa angka kejahatan semakin meningkat, sehingga para polisi, khususnya di kota Melbourne ini meningkatkan system security di city center of Melbourne dengan menginstall banyak kamera di mana-mana. Kota Melbourne seperti menjadi kota ‘Big Brother’. Saya tidak pernah menyangka bahwa kota Melbourne ini akan menjadi seperti ini. Tapi inilah kenyataanya, bahwa dunia ini, yang tadinya adalah baik, kemudian karena dosa, kejahatan, dan kerakusan manusia, menjadi rusak. Bahkan baru beberapa hari yang lalu juga, di Melbourne ada seorang business man yang ditembak mati begitu saja, tanpa diketahui siapa pelaku penembakan.

Memang dunia ini keliatannya bukan menjadi lebih baik, seperti lagu

We are the world, we are the children

Its true we will make a better day

Just you and me

Namun,  apakah benar manusia sendiri sanggup membuat dunia ini menjadi lebih baik?

Saya teringat dengan kejadian yang terjadi pada waktu nabi Yoel hidup, keadaan di mana kehidupan sangat sulit, panen gagal, adanya wabah jangkrik yang melahap semua panen yang ada, benar-benar seperti keadaan yang ada sekarang ini, keadaan yang sangat tidak menentu.

Di saat seperti sekarang ini, nabi Yoel menyerukan kepada seluruh orang untuk bertobat. Tidak terkecuali, kepada orang yang tua, kepada orang muda, kepada anak-anak, kepada siapa pun juga untuk bertobat dan berbalik kepada Tuhan. Karena memang Tuhanlah yang sanggup me-restore semuanya. Manusia tidak akan dapat sanggup, hanya Tuhanlah yang sanggup.

Yoel 2:12-13a “Tetapi sekarang juga,” demikianlah firman TUHAN, “berbaliklah kepada-Ku dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan mengaduh.” Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada TUHAN, Allahmu, sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setiaNya.

Jelas sekali Tuhan menghendaki agar kita semua untuk  berbalik kepada Tuhan.

Manusia tidak akan sanggup untuk memulihkan apa yang rusak oleh dosa, Hanya Tuhanlah yang dapat memulihkan kita, dan memulihkan hidup kita. Karena Ia adalah pencipta kita. Di dalam kita berbalik kepada Tuhan, Tuhan menghendaki ketulusan dan niat kita untuk benar-benar kembali kepada Tuhan. Bukan kembali kepada Tuhan karena ada ‘maunya’ tapi benar-benar kembali kepada Tuhan dengan tulus, karena di luar Tuhan tidak ada kehidupan, di luar Tuhan yang ada hanyalah maut dan tiada damai. Karena itu biarlah kita dapat berbalik kepada Tuhan.

Di dalam kita berbalik kepada Tuhan, Tuhan menghendaki attitude kita yang tulus, yang dengan menangis, berseru kepada Tuhan, yang berpuasa dan yang melakukan puasa bukan karena tuntutan agama, tapi yang melakukan puasa karena rindu untuk berbalik kepada Tuhan saja, yang melakukan puasa sebagai tanda dari our humility (humbleness), dan pengakuan dosa dan pertobatan kita. Karena Tuhan adalah pengasih, penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setianya.

Kadang kadang saya berpikir, mengapa dulu saya harus menunggu bertahun-tahun, dan mengapa saya harus menolak ajakan dari teman-teman atau kakak rohani saya untuk bertobat, mengapa saya harus berdalih dan dengan seribu satu alasan menolak untuk menerima Yesus sebagai Juruslamat.

Tetapi di dalam kitab Yoel, begitu jelas bahwa bagi mereka yang benar-benar mau berbalik kepada Tuhan, Tuhan akan memulihkan, dan tidak hanya memulihkan yang sekarang, tapi bahkan juga akan akan memulihkan kepada kita tahun-tahun yang hasilnya dimakan habis oleh belalang pindahan, belalang pelompat, belalang pelahap dan belalang pengerip, (Yoel 2:25) serta kita akan makan banyak-banyak dan menjadi kenyang, dan kamu akan memuji-muji nama TUHAN, Allahmu, yang telah memperlakukan kamu dengan ajaib; (Yoel 2:26). Dan saya yakin Firman ini juga berlaku untuk kita semua, bahwa saat kita bertobat, Tuhan akan me-restore semuanya.

Betapa mulianya kehidupan di dalam Tuhan, dan betapa kotornya kehidupan di luar Tuhan. Karena itu biarlah kita mau mendengar seruan untuk bertobat, pertobatan yang tidak hanya bersifat sementara, tetapi pertobatan yang benar-benar mau berbalik kepada Tuhan dengan humble, dengan segenap hati, dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan mengaduh, maka Tuhan akan memulihkan hidup kita ini. Janganlah kita menunggu ajakan untuk bertobat ini, the time is now because the ‘time’ is near.

Author – Sucipto Prakoso

Cure For The Weary

Letih? Lesu? Ini obatnya!

Kaum muda dikenal karena kekuatan dan energy mereka. Mereka seperti baterai Energizer yang bermoto: “Never say never die”. Tetapi ini Cuma iklan saja. Tidak selalu dan tidak selamanya mereka  mempunyai kekuatan dan energy. (Apalagi saat-saat sekarang ini, dimana banyak assignment due dan dekat-dekat exams).

Dalam ayat 30 pasal 40, Yesaya menggambarkan dua kondisi yang dapat terjadi pada kaum muda, “Orang-orang muda menjadi lelah dan lesu dan teruna-teruna jatuh tersandung.” Yesaya mengatakan bahwa mereka, pemuda-pemuda itu yang biasanya kuat dan memiliki kemampuan, pada saatnya akan/bisa lemah. Mereka menjadi lelah dan lesu, bahkan jatuh tersandung.

Namun dalam ayat 29, Yesaya menulis: “Dia memberi kekuatan kepada yang lemah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya.” Kaum muda yang tidak melekat kepada Allah dan taat kepada-Nya akan kehilangan berkat dan kebaikan Allah. Mereka yang mengandalkan kekuatan dan kemampuan sendiri akan kehilangan sumber semangat dan kekuatannya yaitu DIA yang mengasihi kita semua. Kekuatan dan semangat, Dia-lah yang empunya, dan Dia-lah yang memberinya.

Sepanjang sejarah, Allah banyak memakai kaum muda. Daud dipakai untuk membunuh raksasa Goliat ketika ia masih seorang remaja. Allah menggunakan Daniel yang ketika itu masih muda. Samuel dipakai melayani Allah ketika ia remaja. Timotius mengikuti  Paulus melayani Tuhan pada usia yang sangat muda. Dan saat ini Allah ingin memakai Saudara, yang muda, yang merasa muda. Untuk itu Saudara memerlukan semangat, dan Saudara membutuhkan kekuatan. Darimana datangnya semangat dan kekuatan ini, kita telah mengaetahuinya yaitu dari DIA sendiri. Akan tetapi, bagaimana untuk mendapatkannya?

Yesaya memberitahu kita dalam ayat 31, bagaimana kita dapat memperolehnya, yaitu dengan “menanti-nantikan Tuhan”. Menanti-nantikan disini bukan berarti duduk diam berpangku tangan sambil ngelamun dan bermalas-malasan. Kata menanti-nantikan ini diterjemahkan dari kata Bahasa Ibrani yang mempunyai dua arti: 1. Menunggu, mencari, mengharapkan, menaruh harapan, dan 2. Mengumpulkan, diikat menjadi satu. Jadi menanti-nantikan disini berarti kita menanti dengan sepenuh harapan di dalam Dia dan menjadi satu dengan-Nya.

Jadi jelas sekali, kalau kita menaruh harapan kita sepenuhnya kepada Tuhan dan menjadi satu dengan-Nya, maka kita akan mendapat kekuatan baru. Meski kita berlari-lari, meski kita sudah berjalan jauh, kita tidak akan menjadi lesu dan kita tidak akan menjadi lelah.

David Sizer adalah sama seperti siswa yang lainnya yang kuliah di Victory Bible Institute di Amerika, hanya ia pada saat itu telah berusia 96 tahun. Sementara siswa lain begitu lelah pada akhir minggu sehingga mereka tidak sanggup menghadiri kebaktian hari minggu, David malah melakukan pelayanan penjara serta panti jompo setiap minggunya. Meski umurnya sudah cukup lanjut, tetapi David tidak letih dan tidak lesu. Dia tahu obatnya.

Kelesuan bukanlah hanya keletihan pada tubuh jasmani, tetapi adalah juga sikap batin/pikiran. Apabila roh dan pikiran kita diperbarui dengan menanti-nantikan Tuhan, Ia akan menanamkan kekuatan ke dalam roh kita, dan tubuh kita akan dipacu oleh Roh yang sama, yang membangkitkan Kristus dari kematian-Nya. Dari dalam sampai bagian luar kehidupan kita, kita akan memiliki kekuatan! Dia akan memnuat kita yang tidak berdaya menjadi orang yang memiliki kuasa Allah.

Apabila Allah memberitahu kita untuk melakukan sesuatu dan kita menanti-nantikan Dia, Ia akan memperbarui kekuatan kita. Sementara kita melayani Tuhan, kelemahan kita diganti dengan kekuatan-Nya. Mekanisme kerohanian kita perlu diperbaharui dengan kehidupan Yesus Kristus yang mengalir terus dalam diri kita. Tingkat kekuatan kita dapat diubahkan, dari kondisi hari ini menjadi suatu kondisi yang lebih baru jika kita bersedia menanti-nantikan Tuhan.

Allah mengasihi dan memulihkan jiwa-jiwa yang hancur. Apabila Tuhan adalah Juruselamat anda, Ia akan membimbing anda ke air yang tenang, dan Ia akan memulihkan jiwamu. Ia akan membawa anda ke tempat dimana anda akan dikenyangkan dan dikuatkan. Ia akan mengisi baterai anda kembali (jauh lebih hebat dari Energizer) sementara anda menanti-nantikan Tuhan! Duduklah dikaki-Nya, nantikanlah Dia dengan penuh pengharapan, dan menjadi satulah dengan Dia.

Author – Alicia Tani

Sumpah Pemuda

Pertama

Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.

Kedoea

Kami poetera dan poeteri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.

Ketiga

Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.

Teman-teman, secarik teks di atas merupakan teks orisinil dari Sumpah Pemuda di tahun 1928. Sumpah Pemuda merupakan sumpah setia hasil dari rapat Kongres Pemuda II yang diselenggarakan pada tanggal 28 Oktober 1928 dan selanjutnya tanggal itu diperingati menjadi Hari Sumpah Pemuda. Kongres Pemuda II merupakan kelanjutan dari Kongres Pemuda I yang berlangsung dua tahun sebelumnya pada tanggal  30 April hingga 2 Mei 1926 di Jakarta. Pada Kongres Pemuda terdahulu tidak tercipta hasil putusan yang resmi, tetapi tercetus ide untuk mempersatukan Indonesia. Kongres Pemuda II membahas pentingnya pendidikan kebangsaan dan kepanduan dalam menumbuhkan semangat kebangsaan. Kongres ini diseleengarakan tiga kali dari tanggal 27 Oktober hingga 28 Oktober 1928 di tiga tempat berbeda. Pada rapat pertama, inti dari rapat tersebut adalah harapan untuk persatuan dari para pemuda. Rapat kedua membicarakan pentingnya pendidikan. Rapat penutup membicarakan pentingnya nasionalisme dan demokrasi. Di rapat terakhir ini pula pertama kalinya dikumandangkan lagu Indonesia Raya dan dibacakannya rumusan hasil kongres, yang diikrarkan oleh para pemuda sebagai sumpah setia.

Cerita tentang Sumpah Pemuda membicarakan tentang sumpah dari para pemuda untuk bersatu bagi bangsa Indonesia. Di satu sisi, sumpah menjadi pengikat yang bagus bagi ikrar pemuda untuk bersatu bagi Indonesia, tetapi apa yang dikatakan oleh alkitab tentang sumpah? Yakobus 5 : 12 mengatakan “Tetapi yang terutama, saudara-saudara, janganlah kamu bersumpah demi sorga maupun demi bumi atau demi sesuatu yang lain. Jika ya, hendaklah kamu katakan ya, jika tidak hendaklah kamu katakan tidak, supaya kamu jangan kena hukuman.” Jadi, apakah sumpah itu merupakan hal yang keliru? Beberapa forum diskusi kristiani membahas topik tentang sumpah dan ada beberapa hal yang bisa didapat dari diskusi ini. Sumpah menurut kamus bahasa Indonesia merupakan pernyataan yang diucapkan secara resmi dan benar dengan TUHAN sebagai saksi.

TUHAN YESUS dalam Matius 5: 33 mengajarkan “Kamu telah mendengar pula yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan bersumpah palsu, melainkan peganglah sumpahmu di depan Tuhan.” Menurut 1 Samuel 9: 16 sumpah adalah kutukan atas orang yang melanggar ucapannya sendiri atau, menurut Markus 14: 71, ketika orang itu tidak mengatakan kebenaran. Di dalam alkitab sendiri kita melihat berbagai macam sumpah dan berbagai macam cara, juga berbagai macam akibat ketika tidak menaati sumpah tersebut.  Kita melihat bahwa TUHAN ALLAH sendiri bersumpah, TUHAN YESUS juga diperhadapkan dengan sumpah dan Paulus juga bersumpah. Jadi bisa disimpulkan bahwa yang menjadi inti dari sumpah adalah mengatakan kebenaran. Kita bisa berkata ‘ya’ dan ‘tidak’ lewat sumpah kita, tetapi yang penting adalah makna kebenaran kita dari dua kata tersebut dan bagaimana kita bisa mempertanggung jawabkannya kepada TUHAN.

Author – Levi Sunaryo

Nazar

Nazar, sebagian dari kita tidak tahu artinya, bahkan bertanya: ‘Apa iya itu sebuah kata?’ atau berkata: ‘Itu makanan atau mode terbaru ya!’ Sebagian lagi sok tahu akan artinya J

Ya, nazar memang kata yang tidak umum kita dengar, entah mungkin karena bukan bahasa gaul, atau juga karena sekarang ini memang nazar tidak ada atau tidak dikenal lagi. Tapi kita ingin belajar mengenai nazar.

Menurut KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA:

na·zar n janji (pd diri sendiri) hendak berbuat sesuatu jika maksud tercapai; kaul: ia mempunyai — , kalau anaknya lulus, ia akan mengadakan selamatan;
ber·na·zar v berjanji akan berbuat sesuatu jika maksud tercapai; mengucapkan nazar; mempunyai kaul: ia ~ , kalau anaknya sembuh, hendak bersedekah;
me·na·zar·kan v menjanjikan (dng nazar); menjadikan nazar (kaul)

Dari sisi Firman Tuhan, kata nazar berasal dari kata Ibrani (bahasa aslinya Perjanjian Lama) ‚nazir’ yang berarti: consecrate(d), devote(d), separate(d) (disendirikan, dipisahkan, dikuduskan). Jadi nazar adalah sesuatu yang dipisahkan dan dikhususkan buat Allah. Atau dengan sederhana nazar adalah sebuah janji yang sungguh-sungguh kepada Allah.

Ada sebuah kisah yang menarik didalam Alkitab yang berhubungan dengan nazar. Dalam kitab Kejadian 35:1, Allah berfirman kepada Yakub untuk pergi ke Bethel, dan mendirikan mezbah disana. Kenapa Bethel? Untuk mendapatkan jawabannya kita perlu kembali 22an tahun sebelumnya.

Saat itu Yakub sedang lari untuk menghindari kemarahan Esau kakaknya. Yakub telah mencuri berkat dari ayah mereka Ishak, yang dikhususkan untuk Esau sebagai anak sulung (Kejadian 27:1-46). Meninggalkan Bersyeba, Yakub berjalan menuju Haran tempat Laban, pamannya tinggal. Di tengah perjalanan, ia bermalam di suatu tempat, yang kemudian dinamai Bethel. Disana ia bermimpi. Ia melihat sebuah tangga dimana malaikat Allah turun dan naik antara surga dan bumi. Dan Tuhan berjanji untuk menyertai dia kemanapun dia pergi, dan akan membawa dia kembali dengan selamat (Kejadian 28:10-15).

Mimpi ini membuat Yakub bernazar untuk (Kejadian 28:16-22):

  1. Menjadikan Tuhan sebagai Allahnya
  2. Mendirikan rumah Allah
  3. Mempersembahkan sepersepuluh kepada Tuhan dari apa yang Ia berikan

Untuk 20 tahun kemudian, Yakub tinggal di Haran bersama Laban yang akhirnya menjadi mertuanya. Tuhanpun menepati janjinya, menyertai Yakub selalu, sehingga Yakub berhasil dalam segala yang dikerjakannya (Kejadian 29-30). Dan Tuhan menyelamatkan dia dari tangan Laban yang mengejar dia (Kejadian 31) dan Esau yang menyambutnya (Kejadian 32-33)

Saat dalam Kejadian 35, Yakub telah tinggal beberapa tahun di Kanaan. Dia tinggal di Sikhem tanpa ada maksud untuk kembali ke Bethel dimana Allah telah menampakkan diri kepadanya dan dimana dia membuat nazarnya. Kelihatannya Yakub telah lupa akan semuanya. Itu sebabnya Allah menyuruh dia kembali ke Bethel.

Apa yang dapat kita pelajari dari hal ini.

  1. Tuhan ingin kita menepati/memenuhi nazar kita. Dia tidak ingin kita bermain-main dengan nazar. ‘Kalau engkau bernazar kepada Allah, janganlah menunda-nunda menepatinya, karena ia tidak senang kepada orang-orang bodoh. Tepatilah nazarmu.’ (Pengkhotbah 5:3)
  2. Kita sering lupa akan nazar karena:
    1. Dibuat pada saat kita terjepit, misalnya saat terbang dengan pesawat dan mengalami turbulensi yang buruk atau kerusakan mesin
    2. Dibuat saat ada maunya, misalnya saat sedang menunggu visa PR keluar
  3. Kita juga sering lupa dengan nazar sebab semuanya sudah berjalan lancar. Seperti Yakub, yang sudah mempunyai keluarga yang bahagia dan harta yang banyak. Tetapi Tuhan dengan keras memperingatkan bangsa Israel untuk tidak lupa (Ulangan 8:11-20).
  4. Kita juga bisa lupa dengan nazar kalau kita membiarkan dunia mempengaruhi kita. Yakub membiarkan dewa-dewa asing ada didalam rumahnya. Itu sebabnya kita harus menjauhkan diri dari ‘dunia’.
  5. Kalau kita sampai lupa akan nazar kita, kita harus kembali ke ‘asalnya’. Yakub diperintahkan untuk kembali ke Bethel. Demikian juga jemaat di Efesus disuruh kembali kepada kasih yang mula-mula (Wahyu 2:4-5).
  6. Saat kita kembali ke ‘Bethel’ dan menepati nazar kita, maka berkat yang baru akan melimpah atas kita. Yakub diberikan nama baru dan Allah memperbaharui janjiNya.

Demikian juga dengan kita semua. Tuhan ingin kalau kita bernazar, kita harus menepatinya. Kita pasti pernah bernazar kepada Dia, entah bernazar memberikan sesuatu (uang, materi, waktu dsb.) kepada Dia, atau bernazar membaca/mempelajari FirmanNya, atau bernazar melayani Dia, dsb. Biarlah kita menepati semuanya.

Melihat keharusan/kewajiban yang ada, kadang kita berpikir, kalau begitu lebih baik tidak bernazar. Memang Alkitab memberitahu kita: ‘Lebih baik engkau tidak bernazar dari pada bernazar tetapi tidak menepatinya.’ (Pengkhotbah 5:4). Tetapi ketahuilah, saat kita bernazar dan menepatinya, maka berkatNya yang baru akan dilimpahkan kepada kita. Jadi yang terbaik adalah bernazar dan menepatinya.

Kalau hidup saudara sudah beberapa waktu begitu-begitu saja, inilah saatnya saudara membuat nazar, nazar yang baru. FirmanNya: ‘… dan ujilah Aku, firman Tuhan semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan.’ (Maleakhi 3:10)

Author – Pdt. Mindaja Tani

Big Change – Call for Unity

Saat-saat menjelang Paskah adalah saat-saat yang sangat critical bagi pelayanan Yesus selama Ia ada bersama dengan murid-muridNya. Dan kematian dan kebangkitan Yesus juga merupakan saat-saat yang critical bagi murid-muridNya. Saat-saat ini merupakan saat-saat dimana murid-muridNya harus mengalami a ‘Big Change’, mengalami perubahan yang besar di dalam kehidupan mereka masing-masing.

Selama Kristus ada di dunia bersama murid-muridNya, boleh dikatakan bahwa murid-muridNya selalu ‘aman’ karena Yesus berada di tengah-tengah mereka secara fisik. Kalau ada pertentangan atau ancaman dari orang-orang yang membenci Kristus, Kristus selalu ada untuk membela mereka. Kalau ada yang orang yang sakit, mereka juga mempunyai Kristus yang akan menyembuhkan mereka, dan kalau ada orang yang kerasukan roh jahat, ada Kristus yang akan mengusir roh jahat itu keluar. Kristus selalu ada bersama-sama mereka secara fisik.

Tapi hari-hari menjelang kematian dan kebangkitan Kristus, karena Kasih Kristus, Dia menyiapkan murid-muridNya for the ‘Biggest Change’ of their lives, bahwa Yesus, Guru dan Mesias mereka harus mati dan bangkit dan kemudian kembali kepada Bapa di surga. It is going to be a Huge Change untuk kehidupan para murid-muridNya. Yang tadinya Yesus selalu ada secara fisik, yang tadinya mereka tinggal ‘memanggil’ Yesus dan Yesus datang, sekarang akan berbeda, karena Yesus perlu kembali ke surga.

Karena itulah Yesus menyiapkan murid-muridNya di suatu malam hari menjelang kematianNya di kayu salib, Ia mendoakan mereka, dan salah satu inti dari doanya di dalam menyiapkan murid-muridNya di dalam mengantisipasi the ‘Big Change’ ini adalah Pray for Unity, Call for Unity. Yohanes 17:20-23

Yoh 17:20 Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka;

Yoh 17:21 supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.

Yoh 17:22 Dan Aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan, yang Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu:

Yoh 17:23 Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka sempurna menjadi satu, agar dunia tahu, bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku.

Mengapa Call for Unity di dalam mengantisipasi the Big Change? Karena manusia memang tidak begitu suka akan perubahan, perubahan sering kali diikuti dengan ketidak nyamanan. Tidak jarang juga perubahan disertai atau didahului oleh pertentangan. Tanpa unity, Big Change tidak akan berjalan dengan baik. Sering kali di dalam suatu pemerintahan atau Negara, di mana akan ada pemilihan pemerintahan yang baru atau presiden baru, which is a Big Change, jika tidak disertai dengan Unity yang baik di dalam negara itu sering kali terjadi protes atau demo atau bahkan perang saudara, karena perubahan itu sering kali tidak enak.

Ulat pada waktu mengalami Big Change untuk menjadi kupu-kupu yang indah, harus juga mengalami a Big Change yang tidak enak. Ia harus menjadi kepompong, membungkus dirinya di dalam kepompong yang stuffy, dan kemudian ia harus merobek kulitnya sendiri agar dapat menjadi kupu-kupu yang indah. Merobek kulit sendiri bukanlah hal yang enak untuk dirasakan, it could be very painful.

Pelayanan kita sendiri pun akan mengalami Big Change, terutama di dalam pemindahan lokasi ‘base’ dari pelayanan Replique di Melbourne, yaitu berpindah dari Hawthorn ke City. Tuhan telah memanggil pelayanan kita untuk benar-benar melayani kota Melbourne, untuk menjadi berkat bagi kota Melbourne yang sangat membutuhkan Tuhan dan terang kasih Tuhan.

It is a Big Change and it may not be comfortable, karena itu Tuhan memanggil kita untuk bersatu, to unite. Unity bukanlah hal yang mudah untuk dicapai karena kita adalah manusia yang telah jatuh di dalam dosa, manusia yang seringkali egois, manusia yang sering kali mempunyai ‘agenda’ dan ‘maksud’ sendiri-sendiri.

Hanya satu yang dapat mempersatukan kita, yaitu “Kasih Kristus” – Yohanes17:22-23, hanya Kristus-lah yang dapat mempersatukan kita. Tidak ada satu pun di muka bumi yang dapat menyatukan manusia selain Kristus. Karena itu biarlah kita dapat bersatu di dalam mengantisipasikan the Big Change in our ministry.

Get Ready and Be Ready for the Big Change in Christ!

Author – Sucipto Prakoso

Guru – Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

Dalam kehidupan kita, profesi seorang guru pastinya sudah tidak asing lagi. Sejak kecil kita masuk TK, kita sudah bertemu dengan seorang guru. Seorang guru mengajar, karena itu kita ‘belajar’ daripadanya. Tentu pekerjaan sang guru sedikit banyak akan mempengaruhi masa depan anak-anak didiknya. Sedikit untuk mereka yang tidak mau belajar dari sang guru dan banyak untuk sebaliknya.

Dalam bahasa aslinya, kata ‘Guru’, berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti seseorang yang dipandang memiliki pengetahuan yang luas, kebijakan, dan pengaruh di suatu bidang tertentu, dan menggunakan semuanya itu untuk membimbing yang lain. Menurut definisi ini, bukankah akan sangat baik jika kita mendengarkan pengajaran dan didikan sang guru?

Kalian tentunya ingat, sewaktu kecil kita diajarkan bahwa guru menyandang gelar ‘pahlawan tanpa tanda jasa’. Gelar ini sungguh memiliki makna yang dalam. Seorang guru mendidik dan menjadi contoh. Bahkan Dan Rather, seorang journalist terkenal, berkata bahwa cita-cita berawal dari seorang guru yang percaya kepada muridnya, yang kemudian mendorongnya, and membimbingnya kepada tahap selanjutnya, bahkan tidak segan-segan menghajar dengan tongkat yang disebut kebenaran.

Sayangnya memang belakangan image seorang guru dan gelar ‘pahlawan tanpa tanda jasa’ ini sudah kehilangan arti lantaran tingkah dan perilaku guru-guru yang tidak pantas. Fakta ini membuat orang kehilangan respect terhadap guru dan tidak jarang mereka memberontak dari didikan sang guru.

Namun menjadi sosok guru adalah apa yang dilakukan Tuhan kita selama Dia ada di dunia. Tuhan kita sendiri mengaku bahwa “Akulah Guru dan Tuhanmu” (Yoh 13:13) ketika Ia mengajar murid-muridNya untuk saling melayani dan memberi contoh dengan membasuh kaki mereka. Kepada Dia juga murid-muridNya datang dan belajar tentang doa dan tentang banyak hal. Bahkan dalam amanat agungNya Dia berkata untuk menjadikan semua bangsa sebagai muridNya. Dengan kata lain Dia ingin menjadi guru kita. Dia ingin kita belajar dariNya. Oleh sebab itu marilah kita mendengarkan hikmat sang Guru, mentaati pengajaranNya, dan tidak memberontak dari didikanNya.

Hai anakku, janganlah engkau menolak didikan Tuhan, dan janganlah engkau bosan akan peringatanNya. Karena Tuhan memberi ajaran kepada yang dikasihiNya seperti seorang ayah kepada anak yang disayangi.

Amsal 3 : 11 – 12

Author – Yoanes Koesno