Janji… sesuatu yang mudah sekali untuk dibuat tapi terkadang sulit sekali untuk dipenuhi.
Saat memasuki usia baru gede, ingin sekali rasanya menghasilkan uang sendiri. Teman-teman banyak yang memiliki pekerjaan sambilan. Sepertinya enak juga punya uang jajan tambahan. Dengan penuh semangat resume disusun rapih dan selalu dibawa beberapa lembar di dalam tas sekolah. Begitu melihat ada toko yang mencari pegawai paruh waktu, dengan menahan sedikit rasa malu, masuk dan memberikan resume yang sudah disiapkan kepada sang manager.
Suatu sore, telepon berdering dan ternyata yang menghubungi adalah seorang wanita dari salah satu toko yang sedang membutuhkan pegawai paruh waktu. Singkat cerita, setelah melalui beberapa proses, pekerjaan itu pun akhirnya didapatkan.
Senang, gembira berbaur menjadi satu, pada saat itu dengan gampang sebuah janji terucap, “Tuhan, hasil pertama dari pekerjaan ini, semuanya untuk Tuhan!”
Satu hari, dua hari, tiga hari, ternyata pekerjaannya sangat melelahkan. Setelah merasakan lelahnya, tidak rela rasanya kalau memberikan semuanya ke Tuhan. Wishlist pun mulai disusun, mau beli ini itu banyak sekali..
Hmmmh, saatnya untuk bernegosiasi, terlintas di pikiran saat itu, “Koq… hmmmh, ya udah deh abis telanjur janji, buat Tuhan hasil hari pertama aja yaaaa.” Sebenernya di dalam hati berasa kurang srek, tapi kalau mau kasih semuanya yah juga gak rela.
Akhirnya tiba hari yang ditunggu-tunggu, pay day, waktunya menerima gaji. Dengan semangat mengecek bank account, di mana seharusnya gaji tersebut dikirimkan. “Gak ada!” Hmm, mungkin besok. “Gak ada juga!”
“Haa… yang bener ajah, masa ga masuk-masuk duitnya.” Akhirnya dengan takut-takut menanyakan hal tersebut kepada sang manager. “Really? It should have been paid. I will check it”, begitu jawab sang manager setelah dia melakukan cross check pada bank account detail. Namun, suaranya terderdengar penuh keragu-raguan dan seperti tidak percaya.
Seminggu…, gaji tetap belum dibayar, sang manager belum mendapatkan jawaban dari kantor pusat yang menangani payroll untuk karyawan. Aneh…, di tengah-tengah rasa kesal karena harus terus bekerja tapi belum dibayar, kembali terlintas di kepala mengenai janji yang sempat diucapkan sebelum memulai hari pertama di pekerjaan ini. Andai, janji yang pertama kali diucapkan ini gak ditawar-tawar dan dimodifikasi, kejadian ini akan terjadi gak yahhh.
“Tuhan, koq gini sih? Yah emang sih waktu itu udah janji…. Hmmmm”
Tapi setelah dipikir-pikir dan direnungkan, rasanya memang salah. Gak seharusnya janji yang sudah diucapkan itu diubah dan dibatalkan seenaknya saja. Setelah melewati pergumulan dalam pikiran, akhirnya sampailah kepada keputusan akhir, memenuhi janji yang sudah diucapkan.
Keputusan yang sangat berat untuk diambil. Membuang jauh-jauh wishlist yang sudah disusun, bekerja tanpa merasakan hasilnya sama sekali, …. Tapi, sepertinya keputusan itu benar, walaupun berat untuk diambil, tetapi setelah diputuskan lega rasanya.
Yang lebih mengherankan lagi, pada hari bekerja berikutnya, sang manager langsung mengkonfirmasi kalau gaji memang belum dikirim dan akan dikirimkan ke rekening secepatnya. Sungguh aneh, tapi nyata. Tapi, melalui kejadian inilah untuk pertama kalinya saya belajar untuk tidak sembarangan mengucapkan janji, jika sudah berjanji yah perlu untuk ditepati. Janji sama orang ajah perlu untuk dipenuhi, apalagi janji kepada Tuhan.
Biarlah kita dapat menggenapi janji-janji yang sudah kita buat kepada Tuhan, karena Tuhan sendiri tidak pernah ingkar terhadap apa yang sudah Dia janjikan.
Author – Unknown