Siti yang baru berumur 16 tahun, hamil, diusir dari rumah orang tuanya, mencoba bunuh diri dengan memotong nadinya dengan potongan kaleng.
Amir yang berasal dari keluarga kaya, besar ditangan baby sitter karena orang tuanya sibuk, masuk rumah sakit karena drug-overdose.
Berita-berita seperti itu kita dengar setiap hari, baca setiap hari dan lihat dimana-mana. Dan kita berpikir: seandainya saja Siti punya teman-teman yang lebih baik, atau Amir orang tuanya lebih memperhatikan dia, mungkin hal-hal seperti ini ngga perlu terjadi.
Tapi sayangnya kita hidup di dunia yang Private: “Ini urusan pribadiku. Jangan ikut campur”. “Itu masalah pribadinya, gua ngga mau ikut-ikut”. Individualistic: “Kalau GUA suka, ya GUA lakukan. Ngga peduli dengan orang lain”. “Kalau DIA mau begitu, ya terserah, itu pilihan DIA”. Penuh dengan space: “Berikan dia space, stay away”. “Berikan aku space, jangan dekat-dekat, ngga terima nasihat”.
Kalau kita melihat saudara kita melakukan hal yang salah dan membahayakan hidupnya, masa depannya, kita ngga bisa diam saja dan menonton! Siti tidak tiba-tiba hamil. Hal itu dimulai jauh sebelumnya. Sejak dia berumur 13 tahun, dia mulai senang main mata dengan pria, umur 14 tahun nge-date dengan cowo-cowo, umur 15 tahun gonta-ganti pacar, back street pula! All the time tidak ada seorangpun yang berani intervene. Semua orang disekitarnya hanya stand back shaking their heads dan nge-gosip dibelakang.
Billy Graham, dalam bukunya “Just As I Am” menceritakan tentang putranya Franklin yang masih remaja dan pacaran diam-diam dilain kota. Karena nggak mempan di bilangin, dia tarik putranya pulang dan memutuskan dengan tegas hubungan yang dikatakan dalam bukunya ‘highly unsuitable’.
Dalam film ‘Hotel Rwanda’, diceritakan tentang suku Hutu yang mau membasmi suku Tutsi. Mula-mula PBB dan Perancis berusaha mencegah pembunuhan masal ini, tapi karena takut membahayakan diri sendiri didalam perang saudara, mereka satu demi satu angkat kaki. Satu hal yang dikatakan oleh suku Tutsi ini adalah: “Without intervention from international, we will be vanished”.
Kita semua membutuhkan intervention, rescuing. Tuhan kita adalah Tuhan yang intervene. Betapa bersyukurnya kita mempunyai Tuhan yang campur tangan, bukan tuhan yang acuh tak acuh dan membiarkan kita mati didalam dosa dan kejahatan kita. Coba bayangkan kalau Dia seperti dunia ini, takut menegur, tidak mau involve, stand back aloof, apa jadinya kita? Kita semua pasti binasa, karena tidak ada seorangpun, pada saat hidup dalam dosa, bisa datang kepada Allah oleh kehendaknya sendiri! Dialah yang datang pada kita pada saat kita masih hidup dalam dosa (Roma 5:10).
Semua orang bisa bertobat oleh karena jamahan Tuhan, oleh karena kuasa Roh Kudus yang menerangi hatinya. Memang kita perlu meresponi, otherwise kita akan tetap tinggal dalam dosa. Tetapi Tuhanlah yang pertama bertindak, Dia intervene, Dia ikut campur dalam hidup kita, Dia jamah kita. Dan orang yang sudah mengalami jamahan Tuhan tidak akan mungkin stay the same! This is the greatest intervention of all: pada saat Yesus turun ke dunia ini dan mati di kayu salib untuk menebus dosa kita, walaupun Dia ditolak dan dibenci. Dia tetap lakukan karya keselamatan-Nya, karena Dia tahu tanpa itu manusia akan hilang selamanya.
Karena itu Dia perintahkan kita untuk intervene dalam hidup satu sama lain, saling menegur dan mengingatkan supaya kita boleh selamat menjelang hari Tuhan: “Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik…, marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat” (Ibrani 10:24-25).
“Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran” (2 Tim 4:2).
So, intervene in each other’s life, involve, don’t stand back looking at your brother/sister go down the drain! Walaupun harga yang dibayar sangat mahal, kita dibenci, ditolak, dijauhi dan bahkan difitnah, tapi jiwa saudara kita jauh lebih berharga dari pada temporary discomfort yang kita harus tanggung. Peranan kita didalam keluarga Allah bukanlah untuk saling memberikan kesenangan sementara, tapi untuk saling menjaga keselamatan jiwa satu dengan yang lainnya, supaya kita semua beroleh selamat pada saat Tuhan datang kembali. To Him be the glory!
Author – Alicia Tani